Minggu, 10 Juni 2018

ETIKA POLITIK PANCASILA

A. Pengertian Etika Politik
    1. Pengertian Etika

Etika (Yunani Kuno: "ethikos, berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Menurut kamus Webster, etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral.
Menurut KBBI, etika ialah ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan asa atau nilai-nilai yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat. Etika menurut James J. Spillane SJ adalah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
Jadi, dalam pengertian etika di atas, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan moralitas tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik buruknya.
2. Klasifikasi Etika
A. Etika Deskriptif
Etika deskriptif adalah etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap etis oleh individu atau masyarakat. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000: 3).

B. Etika Normatif
Etika normatif adalah etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana yang buruk dan apa yang sebaiknya dilakukan seseorang. Etika normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar suatu tindakan itu menjadi baik (Kagan, 1997: 2).
C. Etika Individual
Etika individual adalah etika yang objeknya tingkah laku manusia sebagai makhluk individu. Etika individual ini berkaitan dengan kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri, misalnya tujuan hidup manusia, memelihara kesehatan dan kesucian lahiriah dan batiniah, berlaku tenang, meningkatkan ilmu pengetahuan, membina kedisiplinan , dan lainnya.
D. Etika Sosial
Etika sosial adalah etika yang membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dengan hubungannya dengan orang lain, misalnya dalam keluarga, masyarakat, negara, dan sebagainya. Etika sosial adalah etika yang membahas tentang kewajiban, sikap, dan pola perilaku manusia sebagai anggota masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini menyangkut hubungan manusia dengan manusia, baik secara individu maupun dalam kelembagaan (organisasi, profesi, keluarga, negara, dan lainnya). Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik.
Keempat klasifikasi tersebut menegaskan bahwa etika berkaitan dengan masalah nilai. Hal ini dikarenakan etika pada hakikatnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai, yaitu susila dan asusila, baik dan buruk. Secara khusus, etika berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
 3. Pengertian Politik
Politik atau politic (Inggris) bermakna menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Politik berasal dari kata politicus (Latin) atau Politicos (Bahasa Yunani) yang bermakna relating to a citizen. Politic kemudian diserap kedalam Bahasa Indonesia, yaitu segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.
Dari sekian banyak definisi mengenai politik, paling tidak terdapat dua kecenderungan pendefinisian politik. Pertama, pandangan yang mengaitkan politik dengan negara, yakni dengan urusan pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah. Kedua, pandangan yang mengaitkan dengan masalah kekuasaan, otoritas, dan atau dengan konflik.
4. Etika Politik
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika, yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pengertian etika politik berasal dari kata politics yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan itu. Etika politik memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku yang baik dan mana yang buruk. Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi, jika politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk yang akan berakibat dalam dua hal, yaitu :
a.         Pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada.
b.        Tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik.

B. Pengertian dan Hubungan Nilai, Norma dan Moral
 1. Pengertian Nilai
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai ada dan melekat pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Nilai dapat diartikan sesuatu yang dianggap berharga dan berguna bagi kehidupan manusia serta dianggap baik. Menurut Fraenkel, nilai merupakan sebuah konsep ataupun ide mengenai apa yang dipikirkan seseorang dan dianggap penting.
Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya, nilai dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
A.     Nilai Dasar
Yaitu berupa berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang terkandung dalam makna-makna tersebut. Nilai dasar bersifat universal, karena menyangkut kenyataan objektif dari segala sesuatu . Misalnya hakikat Tuhan, manusia, atau makhluk lainnya. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila berkedudukan sebagai nilai dasar yang menjadi sumber etika dalam kehidupan setiap rakyat Indonesia.
Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai dasar itu bersifat mutlak, karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama), dan segala sesuatu yang diciptakan berasal dari kehendak Tuhan. Nilai dasar yang bersumber pada hakikat kemanusiaan dijabarkan dalam norma hukum yang dapat diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Nilai-nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
B.     Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila nilai dasar tersebut belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkret. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai tersebut akan menjadi norma moral. Akan tetapi, jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai instrumental itu merupakan suatu arahan kebijakan yang bersumber pada nilai dasar, sehingga nilai instrumental dapat dikatakan sebagai eksplisitasi dari nilai dasar.
Dalam kehidupan ketatanegaraan kita, nilai instrumental itu dapat kita temukan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945, maka nilai-nilai dasar yang termuat dalam Pancasila belum memberikan makna yang konkret dalam praktik ketatanegaraan kita.
C.    Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan realisasi dari nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai instrumental. Nilai praksis dijiwai oleh nilai-nilai dasar dan instrumental dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasar dan instrumental. Nilai praksis dalam kehidupan ketatanegaraan dapat ditemukan dalam undang-undang organik, yaitu semua perundang-undangan yang berada dibawah UUD 1945 sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
Apabila melihat Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan, dinyatakan bahwa tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum dibawahnya, yaitu sebagai berikut :
a.         Undang-Undang Dasar 1945
b.        Ketetapan MPR-RI
c.         Undang-Undang
d.        Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
e.         Peraturan Pemerintah
f.          Keputusan Presiden
g.        Peraturan Daerah
Berdasarkan ketetapan MPR-RI No. 1/MPR/2003 tentang peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPR tahun 1960-2002 dikeluarkan UU No. 10/2004 yang mengatur tata urutan perundang-undangan sebagai berikut :
a.         Undang-Undang Dasar 1945
b.        Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti UU
c.         Peratutan Pemerintah (PP)
d.        Peraturan Presiden (PP)
e.         Peraturan Daerah (Perda)
2. Pengertian Norma
Norma adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dalam menjalankan kehidupan, seperti norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum). Biasanya norma disesuaikan dengan adat istiadat masyarakat setempat. Menurut E. Ultrecht, beliau menyatakan bahwa norma ialah segala himpunan sebuah petunjuk hidup yang mengatur berbagai suatu tata tertib dalam suatu masyarakat atau bangsa yang mana peraturan itu diwajibkan untuk ditaati oleh setiap masyarakat, jika ada yang melanggar maka akan ada tindakan dari pemerintah.
Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi yang dikenal dengan sanksi, misalnya :
a.         Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan, yaitu petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui utusan-utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan atau anjuran-anjuran.
Norma Agama
b.        Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri, yaitu petunjuk pergaulan hidup yang bersumber dari hati nurani manusia tentang baik buruknya suatu perbuatan.
Pelanggaran Norma Kesusilaan

c.         Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat, yaitu petunjuk hidup yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat.
Norma Kesopanan

d.        Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat negara, yaitu petunjuk hidup yang dibuat oleh badan yang berwenang mengatur manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (berisi perintah dan larangan).
Norma Hukum

3. Pengertian Moral
Moral adalah ajaran tentang hal baik dan hal buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Menurut Merriam-webster, moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya.
Moral memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan etika, bahkan kadangkala kedua hal tersebut sering dipersamakan. Akan tetapi, sebenarnya moral dan etika memiliki perbedaan. Moral merupakan suatu ajaran, wejangan, patokan, dan kumpulan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak supaya menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika merupakan cabang filsafat, yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut. Dengan kata lain, pada hakikatnya etika merupakan ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas.
4. Hubungan Nilai, Norma, dan Moral
Nilai, norma dan moral adalah tiga hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepas dari kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Dengan kata lain, kehidupan manusia dalam bermasyarakat baik secara individu maupun insan sosial senantiasa berhubungan dengan nilai, norma dan moral. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan aspek nilai, norma, dan moral adalah sebagai tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik dan buruknya sebagai manusia.

C. Etika Pancasila
Etika pancasila berbicara tentang nilai – nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
1. Nilai Ketuhanan    : sumber dari seluruh nilai kebaikan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaidah dan hukum Tuhan.
2. Nilai Kemanusiaan  : suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
3. Nilai Persatuan       : suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan.
4. Nilai Kerakyatan    : nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan yang berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan.
5. Nilai Keadilan         : lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak.
D. Pancasila sebagai Dasar atau Ideologi Negara
Penjabaran Pancasila sebagai dasar negara dan sumber ideologi negara termasuk dalam etika berpolitik, dapat dijabarkan sebagai berikut :
 1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Membangun negara dan bangsa Indonesia merupakan suatu prinsip politik, bukan suatu prinsip teologis. Implikasinya ialah bahwa negara mengakui dan melindungi kemajemukan agama di Indonesia. Negara tidak menilai isi dari suatu agama.
      2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Mengimplikasikan bahwa negara memperlakukan setiap warga negara atas dasar pengakuan martabat manusia dan nilai kemanusiaan.
      3. Persatuan Indonesia
Berkaitan dengan paham kebangsaan. Bangsa bukan sesuatu yang diwariskan dari masa lalu, tetapi suatu proyek dan tantangan bersama bagi masa kini dan masa depan yang harus melibatkan seluruh warga negara.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Menunjuk kepada pembatasan kekuasaan negara dengan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. 
5.    Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Memuat unsur pemerataan, persamaan, dan kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri.

E. Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, dan adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, dan toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2.  Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut :
a.    Mutlak          : manusia memilikinya bukan karena pemberian negara atau masyarakat, melainkan karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b.   Kontekstual : mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi dan sebaliknya diancam oleh negara modern.
3.  Solidaritas Bangsa
Solidaritas bangsa bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar, yaitu keluarga, kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, dan solidaritas sebagai manusia. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.

4.  Demokrasi
Prinsip kedaulatan rakyat menyatakan bahwa taka da manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan bagaimana orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar :
a.         Pengakuan dan jaminan terhadap HAM serta perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
b.         Kekuasaan dijalankan atas dasar dan dalam ketaatan terhadap hukum. Kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi.
           5.    Keadilan Sosial
              Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Keadilan sosial diusahakan dengan                 membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat.

F. Dimensi Manusia Politik
1. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
Manusia lahir atau dilahirkan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (individu) antara aspek jasmani dan rohaninya. Selain itu, Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa manusia itu adalah zoon politicon, yaitu makhluk yang selalu hidup bermasyarakat. Terdapat 4 aspek yang mendorong manusia untuk bekerja sama dengan orang lain, yaitu :
a.          Aspek Biologis
Manusia ingin tetap hidup dan mempertahankan kelangsungan hidupnya yang hanya bisa dicapai secara kerja sama dengan sesama.
b.      Aspek Psikologis
Yaitu kesediaan kerja sama untuk menghilangkan rasa kejemuan dan mempertahankan harga diri sebagai anggota pergaulan hidup bersama manusia.
c.       Aspek Ekonomis
Yaitu kesediaan manusia bekerja sama supaya dapat memenuhi, mencukupi dan memuaskan segala macam kebutuhan.

d.      Aspek Kultural
Manusia sadar bahwa segala usahanya untuk menciptakan sesuatu hanya bisa dihasilkan tidak secara sendirian.
Jadi, kedudukan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social menempatkan manusia sebagai makhluk monodualistis, artinya kedua kedudukan tersebut tidak dapat dipisahkan dan selalu melekat dalam diri manusia.
2. Dimensi Politik Kehidupan Manusia
Dimensi politik manusia memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Manusia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tanggung jawabnya pada orang lain. Akan tetapi, karena keterbatasan pengertian bahkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap manusia lainnya dan masyarakat, maka tindakan pelanggaran moral akan dilakukan dan berakibat pada timbulnya kerugian yang diterima manusia lainnya.
Oleh karena itu, diperlukan organisasi negara yang notabene mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, termasuk memaksa masyarakat untuk taat kepada hukum yang berlaku. Hukum dan kekuasaan negara merupakan aspek yang berkaitan langsung dengan etika politik dan keduanya memerlukan legitimasi.

G.  Pancasila sebagai Dasar Etika Politik
Dengan dipilihnya Pancasila sebagai dasar hidup bernegara dan berbangsa atau sebagai dasar hidup berpolitik, maka politik tidaklah netral, tetapi harus dilandasi nilai-nilai etis. Itulah salah satu tugas filsafat politik, yaitu mencerahi makna politik dan mengeksplisitkan nilai-nilai etis yang berdasarkan pancasila. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara, kehidupan politik memiliki dimensi etis, bukan sesuatu yang netral. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila mendorong warga negara untuk berperilaku etis dalam politik.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa pancasila merupakan dasar etika politik bagi bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila menjadi sumber etika politik yang selalu mewarnai dan diamalkan dalam kehidupan politik bangsa Indonesia, baik oleh rakyat maupun penguasa.

H.  Etika Pancasila dalam Bernegara dan Berbangsa
Di era sekarang sekarang ini tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu, bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk:
1)     Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek.
2)     Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
3)     Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa dan bernegara meliputi sebagai berikut:
¨     Etika Sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong-menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa.
¨     Etika Pemerintahan dan Politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efesien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
¨     Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika ini bertujuan agar penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan peggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan.
¨     Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
Etika ini diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis, dan objektif.
Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara negara dan warga negara berprilaku secara baik bersumber pada nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa tidak memiliki sanksi hukum. Namun, sebagai semacam kode etik, pedoman etik berbangsa memberikan sanksi moral bagi siapa saja yang berperilaku menyimpang dari norma-norma etik yang baik. Etika kehidupan berbangsa ini dapat kita pandang sebagai norma etik negara sebagai perwujudan dari nilai-nilai dasar Pancasila.
Etika dan moral bagi manusia dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat senantiasa bersifat relasional. Hal ini berarti bahwa etika serta moral yang terkandung dalam sila-sila Pancasila tidak dimaksudkan untuk manusia secara pribadi. Namun, secara relasional senantiasa memiliki hubungan dengan yang lain, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada manusia lainnya.
1.   Pancasila sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara (Studi Kasus Korupsi)
Koruptor

Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian. Kasus korupsi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang tinggi. Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan yang dalam hal ini menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal.
Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia yang memiliki kekuatan memaksa orang untuk tidak korupsi, misalnya hukum budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari aspek peraturan maupun aparat penegak hukum akan menghilangkan terjadinya korupsi. Demikian pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan seseorang enggan untuk melakukan korupsi.
Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan yang kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun non formal di luar sekolah.
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dihayati, dipahami, dan diamalkan tentu mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, misalnya Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dikesampingkan.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan dijadikan landasan moral dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan media. Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non formal di masyarakat. Peran media juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter masyarakat yang maju tetapi tetap berkepribadian Indonesia.