1. Pengertian Etika
Etika (Yunani Kuno: "ethikos, berarti
"timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Menurut kamus Webster,
etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara
moral.
Menurut KBBI, etika ialah ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan
kewajiban moral; sekumpulan asa atau nilai-nilai yang berkaitan dengan akhlak;
nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut
masyarakat. Etika menurut James J. Spillane SJ
adalah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambil
suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada
penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau
salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
Jadi,
dalam pengertian etika di atas, dapat disimpulkan bahwa etika
merupakan salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan moralitas tingkah
laku manusia yang dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik buruknya.
2. Klasifikasi Etika
A. Etika Deskriptif
Etika
deskriptif adalah etika yang hanya menerangkan apa
adanya tanpa memberikan penilaian. Etika
deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap etis oleh individu
atau masyarakat. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan
tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta
apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak
(Kitchener, 2000: 3).
B. Etika Normatif
Etika normatif
adalah etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana yang
buruk dan apa yang sebaiknya dilakukan seseorang. Etika normatif merupakan
cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan
tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain,
etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu,
etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja
kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar suatu tindakan itu menjadi baik
(Kagan, 1997: 2).
C. Etika Individual
Etika individual adalah etika yang
objeknya tingkah laku manusia sebagai makhluk individu. Etika
individual ini berkaitan dengan kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri, misalnya tujuan hidup manusia, memelihara kesehatan dan kesucian
lahiriah dan batiniah, berlaku tenang, meningkatkan ilmu pengetahuan, membina
kedisiplinan , dan lainnya.
D. Etika Sosial
Etika sosial adalah etika yang membicarakan
tingkah laku dan perbuatan manusia dengan hubungannya dengan orang lain,
misalnya dalam keluarga, masyarakat, negara, dan sebagainya. Etika sosial
adalah etika yang membahas tentang kewajiban, sikap, dan pola perilaku manusia
sebagai anggota masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini menyangkut hubungan
manusia dengan manusia, baik secara individu maupun dalam kelembagaan
(organisasi, profesi, keluarga, negara, dan lainnya). Etika sosial yang hanya
berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik.
Keempat klasifikasi tersebut menegaskan
bahwa etika berkaitan dengan masalah nilai. Hal ini dikarenakan etika pada
hakikatnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai,
yaitu susila dan asusila, baik dan buruk. Secara khusus, etika berkaitan dengan
prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
3. Pengertian Politik
Politik atau politic
(Inggris) bermakna menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Politik berasal
dari kata politicus (Latin) atau Politicos (Bahasa Yunani) yang bermakna relating to a citizen. Politic
kemudian diserap kedalam Bahasa Indonesia, yaitu segala urusan dan tindakan (kebijakan,
siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara
lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah
disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.
Dari sekian banyak definisi mengenai politik, paling
tidak terdapat dua kecenderungan pendefinisian politik. Pertama, pandangan yang
mengaitkan politik dengan negara, yakni dengan urusan pemerintahan pusat atau pemerintahan
daerah. Kedua, pandangan yang mengaitkan dengan masalah kekuasaan, otoritas,
dan atau dengan konflik.
4. Etika Politik
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai
pelaku etika, yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan dengan
bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa
menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pengertian etika politik berasal dari kata politics yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan itu.
Etika politik memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku yang baik dan mana
yang buruk. Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik
diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi, jika politik sudah mengarah
pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk
yang akan berakibat dalam dua hal, yaitu :
a.
Pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada.
b.
Tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai
dengan moralitas publik.
B. Pengertian dan Hubungan Nilai,
Norma dan Moral
1. Pengertian Nilai
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai ada dan melekat
pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Nilai dapat diartikan sesuatu yang
dianggap berharga dan berguna bagi kehidupan manusia serta dianggap baik. Menurut
Fraenkel, nilai merupakan sebuah konsep ataupun ide mengenai apa yang
dipikirkan seseorang dan dianggap penting.
Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya,
nilai dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
A.
Nilai Dasar
Yaitu
berupa berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang terkandung dalam
makna-makna tersebut. Nilai dasar bersifat universal, karena menyangkut
kenyataan objektif dari segala sesuatu . Misalnya hakikat Tuhan, manusia, atau
makhluk lainnya. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila berkedudukan sebagai nilai
dasar yang menjadi sumber etika dalam kehidupan setiap rakyat Indonesia.
Apabila
nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai dasar itu bersifat
mutlak, karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama), dan segala sesuatu
yang diciptakan berasal dari kehendak Tuhan. Nilai dasar yang bersumber pada
hakikat kemanusiaan dijabarkan dalam norma hukum yang dapat diistilahkan dengan
hak dasar (hak asasi manusia). Nilai-nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi
bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
B.
Nilai
Instrumental
Nilai
instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai
dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila nilai dasar tersebut belum memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkret. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari, maka nilai tersebut akan menjadi norma moral. Akan tetapi, jika
nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka
nilai instrumental itu merupakan suatu arahan kebijakan yang bersumber pada
nilai dasar, sehingga nilai instrumental dapat dikatakan sebagai eksplisitasi
dari nilai dasar.
Dalam
kehidupan ketatanegaraan kita, nilai instrumental itu dapat kita temukan dalam
pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan penjabaran dari
nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa ketentuan dalam
pasal-pasal UUD 1945, maka nilai-nilai dasar yang termuat dalam Pancasila belum
memberikan makna yang konkret dalam praktik ketatanegaraan kita.
C.
Nilai
Praksis
Nilai
praksis merupakan realisasi dari nilai-nilai instrumental dalam suatu
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari
nilai-nilai dasar dan nilai instrumental. Nilai praksis dijiwai oleh
nilai-nilai dasar dan instrumental dan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai dasar dan instrumental. Nilai praksis dalam kehidupan
ketatanegaraan dapat ditemukan dalam undang-undang organik, yaitu semua
perundang-undangan yang berada dibawah UUD 1945 sampai kepada peraturan
pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
Apabila
melihat Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan
peraturan perundang-undangan, dinyatakan bahwa tata urutan peraturan perundang-undangan
merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum dibawahnya, yaitu sebagai
berikut :
a.
Undang-Undang Dasar 1945
b.
Ketetapan MPR-RI
c.
Undang-Undang
d.
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perpu)
e.
Peraturan Pemerintah
f.
Keputusan Presiden
g.
Peraturan Daerah
Berdasarkan ketetapan MPR-RI No. 1/MPR/2003 tentang
peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPR tahun 1960-2002
dikeluarkan UU No. 10/2004 yang mengatur tata urutan perundang-undangan sebagai
berikut :
a.
Undang-Undang Dasar 1945
b.
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah
Pengganti UU
c.
Peratutan Pemerintah (PP)
d.
Peraturan Presiden (PP)
e.
Peraturan Daerah (Perda)
2. Pengertian Norma
Norma adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi
dalam menjalankan kehidupan, seperti norma agama, norma kesusilaan, norma
kesopanan, dan norma hukum). Biasanya norma disesuaikan dengan adat istiadat
masyarakat setempat. Menurut E. Ultrecht, beliau
menyatakan bahwa norma ialah segala himpunan sebuah petunjuk hidup yang
mengatur berbagai suatu tata tertib dalam suatu masyarakat atau bangsa yang
mana peraturan itu diwajibkan untuk ditaati oleh setiap masyarakat, jika ada
yang melanggar maka akan ada tindakan dari pemerintah.
Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi yang
dikenal dengan sanksi, misalnya :
a.
Norma
agama, dengan sanksinya dari Tuhan, yaitu petunjuk hidup
yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui utusan-utusan-Nya
(Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan atau anjuran-anjuran.
Norma Agama |
b.
Norma
kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap
diri sendiri, yaitu petunjuk pergaulan hidup yang bersumber dari hati nurani
manusia tentang baik buruknya suatu perbuatan.
Pelanggaran Norma Kesusilaan |
c.
Norma
kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan
masyarakat, yaitu petunjuk hidup yang timbul dari pergaulan hidup manusia di
dalam masyarakat.
Norma Kesopanan |
d.
Norma
hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau
denda yang dipaksakan oleh alat negara, yaitu petunjuk hidup yang dibuat oleh
badan yang berwenang mengatur manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
(berisi perintah dan larangan).
Norma Hukum |
3. Pengertian Moral
Moral adalah ajaran tentang hal baik dan hal buruk
yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan,
tabiat, kelakuan. Menurut Merriam-webster, moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku
manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar
perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun
dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral
etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya.
Moral memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan etika, bahkan kadangkala kedua hal tersebut sering
dipersamakan. Akan tetapi, sebenarnya moral dan etika memiliki perbedaan. Moral
merupakan suatu ajaran, wejangan, patokan, dan kumpulan peraturan, baik tertulis
maupun tidak tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
supaya menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika merupakan cabang filsafat,
yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral tersebut. Dengan kata lain, pada hakikatnya etika merupakan
ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas.
4. Hubungan Nilai, Norma, dan Moral
Nilai,
norma dan moral adalah tiga hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepas
dari kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Dengan kata lain, kehidupan manusia
dalam bermasyarakat baik secara individu maupun insan sosial senantiasa
berhubungan dengan nilai, norma dan moral. Oleh karena itu, dalam kaitannya
dengan aspek nilai, norma, dan moral adalah sebagai tolak ukur untuk menentukan
betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik dan buruknya
sebagai manusia.
C. Etika Pancasila
Etika pancasila berbicara tentang nilai – nilai yang
sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
1.
Nilai Ketuhanan : sumber dari seluruh nilai kebaikan. Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaidah dan hukum Tuhan.
2. Nilai Kemanusiaan : suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
3. Nilai Persatuan :
suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan.
4. Nilai Kerakyatan :
nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan yang berorientasi pada
tindakan yang mengandung nilai kebaikan.
5. Nilai Keadilan :
lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan prinsip keadilan masyarakat banyak.
D. Pancasila sebagai Dasar atau Ideologi Negara
Penjabaran Pancasila
sebagai dasar negara dan sumber ideologi negara termasuk dalam etika
berpolitik, dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha
Esa
Membangun negara dan bangsa Indonesia
merupakan suatu prinsip politik, bukan suatu prinsip teologis. Implikasinya
ialah bahwa negara mengakui dan melindungi kemajemukan agama di Indonesia. Negara
tidak menilai isi dari suatu agama.
2. Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
Mengimplikasikan
bahwa negara memperlakukan setiap warga negara atas dasar pengakuan martabat
manusia dan nilai kemanusiaan.
3. Persatuan Indonesia
Berkaitan dengan
paham kebangsaan. Bangsa bukan sesuatu yang diwariskan dari masa lalu, tetapi
suatu proyek dan tantangan bersama bagi masa kini dan masa depan yang harus melibatkan
seluruh warga negara.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Menunjuk
kepada pembatasan kekuasaan negara dengan partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan.
5.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Memuat unsur pemerataan,
persamaan, dan kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri.
E. Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan
untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran,
dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama,
budaya, dan adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama,
kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, dan toleransi. Pluralisme memerlukan
kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah
bukti “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” karena hak-hak asasi manusia menyatakan
bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Karena itu,
hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai
berikut :
a.
Mutlak : manusia memilikinya bukan karena pemberian negara atau
masyarakat, melainkan karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b.
Kontekstual : mempunyai
fungsi dan karena itu mulai disadari diambang modernitas di mana manusia tidak
lagi dilindungi oleh adat/tradisi dan sebaliknya diancam oleh negara modern.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bangsa bermakna manusia
tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain bahwa kita
bersatu senasib sepenanggungan. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar,
yaitu keluarga, kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, dan
solidaritas sebagai manusia. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan
itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4. Demokrasi
Prinsip kedaulatan rakyat menyatakan
bahwa taka da manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan
dan memaksakan bagaimana orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi hanya
dapat berjalan baik atas dua dasar :
a.
Pengakuan dan jaminan terhadap
HAM serta perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran
mayoritas.
b.
Kekuasaan dijalankan atas
dasar dan dalam ketaatan terhadap hukum. Kepastian hukum merupakan unsur hakiki
dalam demokrasi.
5. Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah keadilan yang
terlaksana. Keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan
yang ada dalam masyarakat.
F. Dimensi Manusia Politik
1. Manusia
sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
Manusia lahir atau dilahirkan sebagai
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (individu) antara aspek jasmani dan
rohaninya. Selain itu, Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa manusia itu
adalah zoon politicon, yaitu makhluk
yang selalu hidup bermasyarakat. Terdapat 4 aspek yang mendorong manusia untuk
bekerja sama dengan orang lain, yaitu :
a.
Aspek Biologis
Manusia
ingin tetap hidup dan mempertahankan kelangsungan hidupnya yang hanya bisa
dicapai secara kerja sama dengan sesama.
b.
Aspek Psikologis
Yaitu
kesediaan kerja sama untuk menghilangkan rasa kejemuan dan mempertahankan harga
diri sebagai anggota pergaulan hidup bersama manusia.
c.
Aspek Ekonomis
Yaitu
kesediaan manusia bekerja sama supaya dapat memenuhi, mencukupi dan memuaskan segala
macam kebutuhan.
d.
Aspek Kultural
Manusia
sadar bahwa segala usahanya untuk menciptakan sesuatu hanya bisa dihasilkan
tidak secara sendirian.
Jadi,
kedudukan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social menempatkan
manusia sebagai makhluk monodualistis, artinya kedua kedudukan tersebut tidak
dapat dipisahkan dan selalu melekat dalam diri manusia.
2. Dimensi
Politik Kehidupan Manusia
Dimensi politik manusia memiliki dua
segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak sehingga dua segi
fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Manusia mengerti
dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tanggung
jawabnya pada orang lain. Akan tetapi, karena keterbatasan pengertian bahkan kesadaran
akan tanggung jawab terhadap manusia lainnya dan masyarakat, maka tindakan pelanggaran
moral akan dilakukan dan berakibat pada timbulnya kerugian yang diterima
manusia lainnya.
Oleh karena itu, diperlukan
organisasi negara yang notabene mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya,
termasuk memaksa masyarakat untuk taat kepada hukum yang berlaku. Hukum dan kekuasaan
negara merupakan aspek yang berkaitan langsung dengan etika politik dan keduanya
memerlukan legitimasi.
G. Pancasila sebagai
Dasar Etika Politik
Dengan
dipilihnya Pancasila sebagai dasar hidup bernegara dan berbangsa atau sebagai
dasar hidup berpolitik, maka politik tidaklah netral, tetapi harus dilandasi
nilai-nilai etis. Itulah salah satu tugas filsafat politik, yaitu mencerahi
makna politik dan mengeksplisitkan nilai-nilai etis yang berdasarkan pancasila.
Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara, kehidupan politik memiliki
dimensi etis, bukan sesuatu yang netral. Nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila mendorong warga negara untuk berperilaku etis dalam politik.
Sebagaimana
telah diungkapkan sebelumnya bahwa pancasila merupakan dasar etika politik bagi
bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian nilai-nilai yang terkandung dalam
setiap sila pancasila menjadi sumber etika politik yang selalu mewarnai dan
diamalkan dalam kehidupan politik bangsa Indonesia, baik oleh rakyat maupun
penguasa.
H. Etika Pancasila dalam Bernegara dan Berbangsa
Di era sekarang
sekarang ini tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk kehidupan berbangsa dan
bernegara masih perlu, bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud
dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang merupakan penjabaran nilai-nilai
Pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang
merupakan cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah
mengakar dalam kehidupan bermasyarakat.
Etika kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk:
1)
Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa
dalam menjalankan kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek.
2)
Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
3)
Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan
nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
Etika
kehidupan berbangsa dan bernegara meliputi sebagai berikut:
¨
Etika Sosial dan
Budaya
Etika ini bertolak
dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur,
saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan
tolong-menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa.
¨
Etika Pemerintahan dan
Politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,
efesien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang
bercirikan keterbukaan, tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat,
menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
¨ Etika
Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika ini bertujuan agar penegakan hukum
secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga
negara di hadapan hukum, dan menghindarkan peggunaan hukum secara salah sebagai
alat kekuasaan.
¨ Etika
Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
Etika ini diwujudkan dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu berpikir rasional,
kritis, logis, dan objektif.
Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa
tersebut, penyelenggara negara dan warga negara berprilaku secara baik
bersumber pada nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya. Etika kehidupan
berbangsa tidak memiliki sanksi hukum. Namun, sebagai semacam kode etik,
pedoman etik berbangsa memberikan sanksi moral bagi siapa saja yang berperilaku
menyimpang dari norma-norma etik yang baik. Etika kehidupan berbangsa ini dapat
kita pandang sebagai norma etik negara sebagai perwujudan dari nilai-nilai
dasar Pancasila.
Etika dan moral bagi manusia dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat senantiasa bersifat relasional. Hal ini
berarti bahwa etika serta moral yang terkandung dalam sila-sila Pancasila tidak
dimaksudkan untuk manusia secara pribadi. Namun, secara relasional senantiasa
memiliki hubungan dengan yang lain, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun
kepada manusia lainnya.
1.
Pancasila sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara (Studi Kasus
Korupsi)
Koruptor |
Korupsi secara harafiah diartikan sebagai
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
dan penyimpangan dari kesucian. Kasus korupsi di Indonesia semakin menunjukkan
ekskalasi yang tinggi. Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan
melalui beragam cara/pendekatan yang dalam hal ini menggunakan istilah
pendekatan eksternal maupun internal.
Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah
adanya unsur dari luar diri manusia yang memiliki kekuatan memaksa orang untuk
tidak korupsi, misalnya hukum budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan
hukum yang kuat, baik dari aspek peraturan maupun aparat penegak hukum akan menghilangkan
terjadinya korupsi. Demikian pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yang
anti korupsi juga menjadikan seseorang enggan untuk melakukan korupsi.
Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang
muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan
pembiasaan. Pendidikan yang kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk
menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah
maupun non formal di luar sekolah.
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul
dihayati, dipahami, dan diamalkan tentu mampu menurunkan angka korupsi.
Penanaman satu sila saja, misalnya Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila bangsa
Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan tentu tidak akan mudah
menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi.
Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai
agama dikesampingkan.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan
memang tidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila
merupakan kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan
demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai
Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
dan keadilan dijadikan landasan moral dalam seluruh kehidupan berbangsa dan
bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas
paling efektif adalah melalui pendidikan dan media. Pendidikan informal di
keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan
formal di sekolah dan non formal di masyarakat. Peran media juga sangat penting
karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi
masyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun
karakter masyarakat yang maju tetapi tetap berkepribadian Indonesia.