Rabu, 29 Januari 2020

EKSISTENSI KODE ETIK BISNIS DAN KODE ETIK PROFESI KEPENDIDIKAN PADA ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

A. Pengertian Kode Etik Bisnis dan Profesi Kependidikan
     Etika bisnis merupakan pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi atau sosial. Penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan dalam bisnis (Anastasyah & Hidayat, 2017).
Bisnis yang baik memiliki etika program yang kuat dan berjalan di samping sistem kualitas manajemen lainnya. Mereka memiliki seperangkat prinsip kuat mendasar yang memandu perilaku dan proses untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip ini diterapkan. Dalam etika bisnis kepentingan yang diutamakan adalah kepentingan kolektif dimana kepentingan ini adalah tujuan dari bisnis yang dijalankan (Mulyaningsih & Hermina, 2017).
Kemudian terkait kode etik guru merupakan panduan bagi para guru memagari sikap guru sebagai seorang pendidik (Siregar, tanpa tahun). Oleh karena itu, para guru mempunyai 7 (tujuh) sikap profesionalisme kependidikan yang disesuaikan dengan kode etik guru UU No. 14 tahun 2005, yaitu:
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan
    Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijaksanaan pendidikan di Indonesia dipegang oleh pemerintah, yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kebijakan pusat maupun daerah, serta departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di Indonesia.
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
3.  Sikap Tehadap Teman Sejawat
     Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
  4.  Sikap Tehadap Anak Didik
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
5.  Sikap Terhadap Tempat Kerjanya
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
6.  Sikap Terhadap Pemimpin
Sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Seorang guru hendaknya mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati, melaksanakan tugas dan melayani dengan penuh ketelatenan dan kesabaran.
     Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kebutuhan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan tindakan secara tepat dalam menjalankan hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita. Dapat disimpulkan bahwa etika dalam suatu pekerjaan akan membentuk sikap etis seorang professional (Juliarta, Herawati, & Sulindawati, 2015).
B. Urgensi Implementasi Kode Etik Bisnis dan Profesi Kependidikan di Era MEA
Dalam menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN atau disingkat MEA sejak Desember 2015, etika bisnis dan profesi kependidikan berperan penting serta harus dipegang oleh semua pelaku profesi di Indonesia. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, kode etik bisnis dan profesi kependidikan perlu dijunjung. MEA merupakan sebuah kesepakatan dari negara-negara yang masuk dalam anggota ASEAN untuk meningkatkan kemajuan dan perkembangan dalam bidang perekonomian, seperti bidang perdagangan dan jasa yang telah di berlakukan mulai tangal 31 Desember 2015 (Sinaulan, 2016).
Bentuk kerja sama MEA ini dapat memberikan berbagai peluang bagi pelaku bisnis atau pelaku usaha agar dapat tercipta aliran bebas dalam rangka jual beli. Baik itu perdagangan barang, bidang jasa dan bebas nya pengambilan tenaga kerja yang terlatih atau profesional. Indonesia turut serta dalam meramaikan pasar MEA yang sebenarnya bertujuan untuk mendidik masyarakat agar lebih mandiri dalam meningkatkan perekonomian serta lebih memajukan dalam mencari potensi dan peluang mendapatkan pasar yang lebih besar bagi para pelaku usaha. Dengan diberlakukannya MEA pada akhir 2015, negara anggota ASEAN akan mengalami aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari dan ke masing-masing negara. Oleh karena itu, sebagai pelaku bisnis tetap harus berpegang teguh pada kode etik bisnis yang berlaku agar tidak mengalir secara bebas tanpa arah dan aturan yang pada akhirnya dapat membawa dampak kerugian.
Berkaitan dengan penyiapan tenaga terampil yang berdaya saing, maka Indonesia harus bekerja keras meningkatkan SDM, baik secara formal maupun informal. Diharapkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia minimal mampu memenuhi ketentuan dalam Mutual Recognition Arrangement (MRA) sebagai upaya untuk mendukung arus bebas tenaga kerja. Mutual Recognition Arrangement (MRA) sendiri dapat diartikan sebagai kesepakatan yang diakui oleh seluruh negara ASEAN yang saling mengakui dan menerima beberapa atau semua aspek hasil penilaian, seperti hasil tes atau berupa sertifikat dengan tujuan menciptakan prosedur mekanisme akreditasi sehingga mendapat suatu kesetaraan dan mengakui adanya perbedaan antar negara untuk pendidikan, pelatihan, pengalaman, dan persyaratan lisensi untuk para profesional yang ingin berpraktek (Darmoko, 2016).
Dalam konstelasi MEA saat ini dunia pendidikan Indonesia memiliki tugas berat untuk melahirkan tenaga-tenaga terampil terdidik (skilled labour), memiliki karakter, dan daya juang serta kerja keras. Dalam kurikulum 2013 dunia pendidikan diamanahi untuk melahirkan generasi bangsa yang beradab, produktif, kreatif, inovatif dan efektif, sehingga kita bisa menjadi bangsa kolaboratif-kompetitif. Guru sebagai profesional mempunyai empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, para guru harus mengimplementasikan secara utuh 7 (tujuh) sikap profesionalisme kependidikan yang disesuaikan dengan kode etik guru UU No. 14 tahun 2005.
C. Strategi Pengembangan Kode Etik Bisnis dan Profesi Kependidikan di Era MEA
Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Indonesia berdasarkan rencana strategis pemerintah untuk menghadapi MEA/AEC antara lain:
1. Penguatan Daya Saing Ekonomi.
     Pada 27 Mei 2011, Pemerintah meluncurkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk perwujudan transformasi ekonomi nasional dengan orientasi yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi yang kuat. Program ini tentu didasarkan pada kode etik yang berlaku agar orientasi program tersebut dapat berjalan sesusai dengan koridor peraturan.
2.  Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
 Dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah membangun sarana dan prasarana pendidikan secara memadai, termasuk rehabilitasi ruang kelas rusak berat. Dalam hal ini, pemerintah juga gencar untuk melakukan sosialisasi terkait kode etik profesi pendidikan sebagai pondasi awal bagi para pendidik dalam mencetak SDM yang berkualitas sesuai tuntutan era MEA (Sinaulan, 2016).
Menurut Rektor Universitas Pelita Harapan Surabaya, Prof Adrianus Mooy seorang ahli ekonomi menegaskan bahwa tantangan untuk Indonesia pada MEA lebih besar daripada negara lain. Indonesia merupakan pasar yang paling besar. Semua orang berlomba datang ke Indonesia. Tidak mungkin negara berlomba-lomba ke Singapura karena pasarnya kecil. Oleh karena itu, strategi pengembangan kode etik bisnis dan profesi kependidikan harus berpondasi kuat agar tidak kalah kompetitif dengan negara lain mengingat Indonesia adalah sebagai tuan rumah. Indonesia yang berkuasa, maka Indonesia harus menjadi adidaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar