A. Pengertian Kode
Etik Bisnis dan Profesi Kependidikan
Etika bisnis merupakan
pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang
memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara
ekonomi atau sosial. Penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan
tujuan kegiatan dalam bisnis (Anastasyah & Hidayat, 2017).
Bisnis yang baik memiliki etika program yang kuat dan berjalan
di samping sistem kualitas manajemen lainnya. Mereka memiliki seperangkat
prinsip kuat mendasar yang memandu perilaku dan proses untuk memastikan bahwa
prinsip-prinsip ini diterapkan. Dalam etika bisnis kepentingan yang diutamakan
adalah kepentingan kolektif dimana kepentingan ini adalah tujuan dari bisnis
yang dijalankan (Mulyaningsih & Hermina, 2017).
Kemudian terkait kode etik guru merupakan panduan bagi
para guru memagari sikap guru sebagai seorang pendidik (Siregar, tanpa tahun). Oleh karena itu,
para guru mempunyai 7 (tujuh) sikap profesionalisme kependidikan yang
disesuaikan dengan kode etik guru UU No. 14 tahun 2005, yaitu:
1. Sikap
Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijaksanaan
pendidikan di Indonesia dipegang oleh pemerintah, yaitu Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, kebijakan pusat maupun daerah, serta departemen lain dalam
rangka pembinaan pendidikan di Indonesia.
2. Sikap
Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.
3. Sikap
Tehadap Teman Sejawat
Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
4. Sikap
Tehadap Anak Didik
Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila.
5. Sikap
Terhadap Tempat Kerjanya
Guru menciptakan
suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar.
6. Sikap
Terhadap Pemimpin
Sikap seorang guru
terhadap pemimpin harus positif dalam pengertian harus bekerja sama dalam
menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
7. Sikap
Terhadap Pekerjaan
Seorang guru
hendaknya mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati, melaksanakan tugas dan melayani
dengan penuh ketelatenan dan kesabaran.
Etika
dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kebutuhan manusia. Etika memberi
manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan tindakan secara
tepat dalam menjalankan hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk
mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu
kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau
sisi kehidupan kita. Dapat disimpulkan bahwa etika dalam suatu pekerjaan akan
membentuk sikap etis seorang professional (Juliarta, Herawati, & Sulindawati, 2015).
B. Urgensi Implementasi Kode Etik Bisnis dan Profesi Kependidikan di
Era MEA
Dalam menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN
atau disingkat MEA sejak Desember 2015, etika bisnis dan profesi kependidikan
berperan penting serta harus dipegang oleh semua pelaku profesi di Indonesia. Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, kode etik bisnis dan profesi kependidikan
perlu dijunjung. MEA merupakan sebuah kesepakatan dari negara-negara yang masuk
dalam anggota ASEAN untuk meningkatkan kemajuan dan perkembangan dalam bidang
perekonomian, seperti bidang perdagangan dan jasa yang telah di berlakukan
mulai tangal 31 Desember 2015 (Sinaulan, 2016).
Bentuk kerja sama MEA ini dapat memberikan berbagai
peluang bagi pelaku bisnis atau pelaku usaha agar dapat tercipta aliran bebas
dalam rangka jual beli. Baik itu perdagangan barang, bidang jasa dan bebas nya
pengambilan tenaga kerja yang terlatih atau profesional. Indonesia turut serta
dalam meramaikan pasar MEA yang sebenarnya bertujuan untuk mendidik masyarakat
agar lebih mandiri dalam meningkatkan perekonomian serta lebih memajukan dalam
mencari potensi dan peluang mendapatkan pasar yang lebih besar bagi para pelaku
usaha. Dengan diberlakukannya MEA pada akhir 2015, negara anggota ASEAN akan
mengalami aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari
dan ke masing-masing negara. Oleh karena itu, sebagai pelaku bisnis tetap harus
berpegang teguh pada kode etik bisnis yang berlaku agar tidak mengalir secara bebas
tanpa arah dan aturan yang pada akhirnya dapat membawa dampak kerugian.
Berkaitan dengan penyiapan tenaga terampil yang
berdaya saing, maka Indonesia harus bekerja keras meningkatkan SDM, baik secara
formal maupun informal. Diharapkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia
minimal mampu memenuhi ketentuan dalam Mutual
Recognition Arrangement (MRA) sebagai upaya untuk mendukung arus bebas
tenaga kerja. Mutual Recognition
Arrangement (MRA) sendiri dapat diartikan sebagai kesepakatan yang diakui
oleh seluruh negara ASEAN yang saling mengakui dan menerima beberapa atau semua
aspek hasil penilaian, seperti hasil tes atau berupa sertifikat dengan tujuan
menciptakan prosedur mekanisme akreditasi sehingga mendapat suatu kesetaraan
dan mengakui adanya perbedaan antar negara untuk pendidikan, pelatihan, pengalaman,
dan persyaratan lisensi untuk para profesional yang ingin berpraktek (Darmoko, 2016).
Dalam konstelasi MEA saat ini dunia pendidikan
Indonesia memiliki tugas berat untuk melahirkan tenaga-tenaga terampil terdidik
(skilled labour), memiliki karakter,
dan daya juang serta kerja keras. Dalam kurikulum 2013 dunia pendidikan
diamanahi untuk melahirkan generasi bangsa yang beradab, produktif, kreatif,
inovatif dan efektif, sehingga kita bisa menjadi bangsa kolaboratif-kompetitif.
Guru sebagai profesional mempunyai empat kompetensi, yaitu kompetensi
pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi
sosial. Oleh karena itu, para guru harus mengimplementasikan secara utuh 7
(tujuh) sikap profesionalisme kependidikan yang disesuaikan dengan kode etik
guru UU No. 14 tahun 2005.
C. Strategi Pengembangan
Kode Etik Bisnis dan Profesi Kependidikan di Era MEA
Langkah-langkah
yang telah dilakukan oleh Indonesia berdasarkan rencana strategis pemerintah
untuk menghadapi MEA/AEC antara lain:
1. Penguatan
Daya Saing Ekonomi.
Pada
27 Mei 2011, Pemerintah meluncurkan Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk perwujudan
transformasi ekonomi nasional dengan orientasi yang berbasis pada pertumbuhan
ekonomi yang kuat. Program ini tentu didasarkan pada kode etik yang berlaku
agar orientasi program tersebut dapat berjalan sesusai dengan koridor
peraturan.
2. Peningkatan
Kualitas Sumber Daya Manusia
Dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang
bermutu, pemerintah telah membangun sarana dan prasarana pendidikan secara
memadai, termasuk rehabilitasi ruang kelas rusak berat. Dalam hal ini, pemerintah
juga gencar untuk melakukan sosialisasi terkait kode etik profesi pendidikan sebagai
pondasi awal bagi para pendidik dalam mencetak SDM yang berkualitas sesuai
tuntutan era MEA (Sinaulan, 2016).
Menurut
Rektor Universitas Pelita Harapan Surabaya, Prof Adrianus Mooy seorang ahli
ekonomi menegaskan bahwa tantangan untuk Indonesia pada MEA lebih besar
daripada negara lain. Indonesia merupakan pasar yang paling besar. Semua orang
berlomba datang ke Indonesia. Tidak mungkin negara berlomba-lomba ke Singapura karena
pasarnya kecil. Oleh karena itu, strategi pengembangan kode etik bisnis dan
profesi kependidikan harus berpondasi kuat agar tidak kalah kompetitif dengan negara
lain mengingat Indonesia adalah sebagai tuan rumah. Indonesia yang berkuasa,
maka Indonesia harus menjadi adidaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar